RUU TNI dan Masa Depan Indonesia: Apa yang Harus Diketahui ?
sEntra, 23 Maret 2025 – Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tengah menjadi sorotan publik. RUU ini memicu pro dan kontra, tak hanya di kalangan militer, tapi juga di masyarakat sipil, termasuk mahasiswa.
Banyak yang bertanya: Apa pentingnya bagi kita? Faktanya, perubahan kebijakan seperti ini bisa berdampak langsung pada kehidupan sipil—mulai dari kebebasan akademik, peran militer di ruang publik, hingga arah demokrasi ke depan.
Bagi mahasiswa, memahami RUU TNI bukan soal ikut-ikutan wacana politik, tapi tentang menjaga masa depan sipil yang demokratis. Artikel ini akan mengulas poin-poin revisi, alasan kontroversi nya, dan mengapa mahasiswa perlu peduli.
Apa Itu RUU TNI dan Apa yang Berubah?
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah disahkan oleh DPR pada 20 Maret 2025. Revisi ini menimbulkan kontroversi karena mengubah sejumlah ketentuan penting, di antaranya:
1. Pasal 3 – Kedudukan TNI dalam Pemerintahan
- Ayat 1: Menegaskan TNI berada di bawah Presiden terkait pengerahan dan penggunaan kekuatan militer.
- Ayat 2: Menyatakan kebijakan strategis dan dukungan administrasi TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.
2. Pasal 7 – Tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
Jumlah tugas OMSP bertambah dari 14 menjadi 16, dengan dua tugas baru, yaitu:
- Menanggulangi ancaman pertahanan siber.
- Melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
3. Pasal 47 – Jabatan Publik untuk Prajurit Aktif
Jumlah kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif bertambah dari 10 menjadi 14, bahkan disebut bisa mencapai 16, termasuk:
- Badan Siber dan Sandi Negara, BNN, BNPT, Basarnas, Kejaksaan (JAM Pidmil), dan Mahkamah Agung. Prajurit yang ingin menjabat di luar daftar tersebut tetap harus pensiun atau mengundurkan diri.
4. Pasal 53 – Usia Pensiun
Usia pensiun dinaikkan:
- Bintara/Tamtama: dari 53 → 55 tahun.
- Perwira (hingga Kolonel): tetap 58 tahun.
- Perwira Tinggi Bintang 1: 60 tahun, Bintang 2: 61 tahun, Bintang 3: 62 tahun.
- Bintang 4 (Jenderal, Laksamana, Marsekal): 63 tahun, dengan opsi perpanjangan 2 tahun lewat Keputusan Presiden.
Mengapa Mahasiswa Harus Peduli?
Perubahan dalam Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang memungkinkan perwira aktif menduduki lebih banyak jabatan sipil tanpa pensiun dari militer menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya konsep “dwifungsi” militer. Hal ini berpotensi mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, mengancam supremasi sipil dalam pemerintahan demokratis, serta melemahkan profesionalisme militer. Selain itu, revisi ini dapat meningkatkan peran militer di sektor sipil, termasuk kampus, yang berisiko mengancam kebebasan akademik dan berekspresi. Perluasan peran TNI ke sektor non-militer juga berpotensi mengurangi peluang kerja bagi lulusan universitas dan mempengaruhi kebebasan berpendapat di lingkungan akademik. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa dan masyarakat sipil untuk memahami implikasi dari perubahan ini dan berpartisipasi aktif dalam diskusi publik guna memastikan prinsip-prinsip demokrasi tetap terjaga.
Perspektif Berbagai Pihak
Pemerintah tengah mengajukan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), yang memicu beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Revisi ini mencakup perluasan peran perwira TNI di luar institusi militer serta perpanjangan usia pensiun bagi perwira tinggi.
Dari perspektif pemerintah dan militer, revisi ini dianggap penting untuk menyesuaikan peran TNI menghadapi tantangan keamanan modern seperti ancaman siber dan dinamika geopolitik global. Penambahan tugas dalam operasi militer selain perang menjadi salah satu poin utama, termasuk melindungi kepentingan nasional di luar negeri. Meskipun menuai kritik, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan proses pengesahan, dengan Presiden Prabowo Subianto disebut telah menyetujui perubahan ini.
Namun, sejumlah akademisi dan aktivis menilai revisi ini berisiko mengembalikan dwifungsi militer dan melemahkan supremasi sipil. Koalisi masyarakat sipil seperti YLBHI dan KontraS telah menyuarakan penolakan melalui petisi publik. Mereka menyoroti proses legislasi yang tertutup, minim partisipasi publik, dan potensi pelanggaran HAM jika militer terlalu dilibatkan dalam urusan sipil. Keterlibatan militer dalam jabatan sipil dinilai bertentangan dengan prinsip demokrasi, di mana keputusan strategis seharusnya dipegang oleh pejabat sipil terpilih.
Mahasiswa pun menyampaikan kekhawatiran. Rievaro, mahasiswa Bahasa Inggris angkatan 2023, menilai revisi ini berbahaya bagi kebebasan akademik.
“Jujur aja, banyak dari kita nggak ngerti detail revisi UU TNI ini karena sosialisasinya minim banget,” ujarnya. Ia berharap ada diskusi terbuka agar mahasiswa tidak apatis terhadap isu ini.
Ifan Fauzi dari Prodi Produksi Film dan Televisi menyoroti potensi kembalinya dwifungsi ABRI.
“Kalau mereka menduduki posisi di lembaga-lembaga sipil, itu bisa membuka celah untuk penyalahgunaan kewenangan,” tegasnya. Ia menyerukan agar mahasiswa bersuara dan tidak tinggal diam terhadap kebijakan yang berdampak luas.
Via, mahasiswa Akuntansi angkatan 2022, menyoroti kurangnya transparansi dalam pembahasan revisi UU TNI serta kemungkinan tergesernya posisi sipil dalam pemerintahan. “Kita harus cari informasi dari sumber yang kredibel biar nggak termakan hoaks,” sarannya.
Ketiga mahasiswa ini sepakat bahwa peran mahasiswa sangat penting dalam mengawal isu-isu kebangsaan dan menjaga agar demokrasi tetap berjalan di jalur yang benar.
Apa yang Bisa Dilakukan Mahasiswa Setelah Aksi RUU TNI?

Mahasiswa dapat berperan aktif dengan berdiskusi, mengikuti forum akademik, menyuarakan pendapat melalui media sosial, hingga menyebarkan informasi yang valid kepada sesama. Mereka juga bisa berkontribusi lewat karya kreatif seperti grafis atau anekdot yang mengangkat isu.
Rievaro menekankan pentingnya membagikan informasi dan pendapat melalui media sosial, sambil tetap memastikan sumber berita yang dibaca kredibel dan terverifikasi.
Sementara Ifan mengingatkan agar mahasiswa memahami isu sebelum bertindak, serta mendorong terbentuknya ruang diskusi. Ia juga menekankan pentingnya memeriksa latar belakang media dan tidak hanya bergantung pada satu sumber informasi.
Kesimpulan
Mahasiswa menunjukkan kepedulian tinggi terhadap revisi UU TNI, terutama soal transparansi, batas keterlibatan militer di ranah sipil, dan dampaknya terhadap supremasi sipil.
Mereka menilai penting untuk memahami isi revisi secara menyeluruh, sambil tetap kritis terhadap potensi ancaman bagi demokrasi dan peluang kerja sipil. Mahasiswa juga menekankan perlunya informasi yang akurat dan mendorong diskusi terbuka melalui seminar atau forum akademik.
Aksi demonstrasi pun dianggap sebagai bentuk partisipasi sah dalam demokrasi, selama dilakukan secara tertib dan sesuai aturan.
Sumber : Detik.com, BBC News Indonesia, Farhum berita, Kompas tv dan Kompas.com
- https://www-detik-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.detik.com/edu/detikpedia/d-7834308/ruu-tni-itu-apa-ini-penjelasan-dan-4-pasal-yang-direvisi/amp?amp_gsa=1&_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM%3D#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=17427161736161&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&share=https%3A%2F%2Fwww.detik.com%2Fedu%2Fdetikpedia%2Fd-7834308%2Fruu-tni-itu-apa-ini-penjelasan-dan-4-pasal-yang-direvisi
- https://fahum.umsu.ac.id/berita/ruu-tni-disahkan-ini-dampak-yang-akan-terjadi/
- https://www.kompas.tv/nasional/581133/akademisi-dan-aktivis-buat-petisi-tolak-revisi-uu-tni?utm_
- https://www.kompas.com/tren/read/2025/03/22/050100265/apa-sebenarnya-yang-salah-dari-pengesahan-revisi-uu-tni-?page=all&utm_
- https://www.bbc.com/indonesia/articles/c0jgj0e4284o