sEntra, 30 Oktober 2025 – Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia selalu mengenang satu peristiwa bersejarah yang menjadi fondasi lahirnya semangat nasionalisme dan kebangsaan, yaitu Hari Sumpah Pemuda.
Hari ini bukan sekadar tanggal yang tercetak di kalender nasional, tetapi merupakan simbol kesadaran kolektif generasi muda Indonesia yang berani menegaskan jati diri bangsa di tengah tekanan penjajahan.
Sumpah Pemuda adalah titik balik perjalanan bangsa — sebuah pernyataan tulus dari hati para pemuda yang menyatukan keberagaman menjadi satu kekuatan besar: Indonesia. Dari momen inilah, semangat persatuan mulai tumbuh, menembus batas suku, bahasa, dan daerah.

Jejak Sejarah Sumpah Pemuda: Dari Kongres ke Ikrar
Awal abad ke-20 menjadi masa yang penuh gelora bagi bangsa Indonesia. Di tengah keterbelakangan akibat penjajahan, muncul generasi muda terpelajar yang menolak tunduk pada nasib. Mereka adalah para pelajar dari berbagai daerah yang menempuh pendidikan di kota-kota besar seperti Batavia, Bandung, dan Yogyakarta.
Kesadaran mereka tumbuh seiring interaksi dan diskusi yang membangkitkan rasa senasib sepenanggungan. Dari sinilah lahir berbagai organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Celebes, dan lain-lain. Meskipun berbeda latar belakang daerah dan budaya, mereka memiliki satu cita-cita: menegakkan kemerdekaan Indonesia.
Puncak semangat itu terwujud dalam Kongres Pemuda II, yang digelar di Batavia pada 27–28 Oktober 1928. Kongres ini dipimpin oleh Soegondo Djojopoespito dan dihadiri oleh tokoh-tokoh muda seperti Muhammad Yamin, Amir Sjarifuddin, Wage Rudolf Supratman, serta perwakilan dari berbagai organisasi pemuda.
Selama dua hari, mereka berdiskusi dengan penuh semangat tentang pentingnya persatuan bangsa, peran bahasa Indonesia, dan masa depan negeri yang merdeka.
Hingga akhirnya, di hari kedua, tercetuslah ikrar yang menggema ke seluruh penjuru nusantara — Sumpah Pemuda:
Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Di akhir kongres, Wage Rudolf Supratman memperdengarkan untuk pertama kalinya lagu ciptaannya berjudul Indonesia Raya dengan gesekan biola yang lembut namun menggugah. Nada-nada itu kemudian menjadi simbol semangat kebangkitan nasional dan kelak diresmikan sebagai lagu kebangsaan Indonesia.
Makna yang Tak Lekang oleh Waktu
Lebih dari sembilan dekade berlalu sejak ikrar itu diucapkan, namun nilai-nilai Sumpah Pemuda tetap hidup dan relevan hingga kini.
Ikrar tersebut bukan sekadar kata-kata, melainkan manifestasi tekad dan cita-cita besar yang melahirkan bangsa Indonesia modern.
Sumpah Pemuda mengandung tiga nilai utama yang menjadi pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara:
- Persatuan Nasional.
Bahwa perjuangan tidak akan berhasil tanpa kebersamaan. Persatuan adalah kekuatan yang menyatukan berbagai suku, ras, dan budaya di bawah satu bendera merah putih. - Identitas Kebangsaan.
Sumpah Pemuda menghapus sekat kesukuan dan menegaskan bahwa kita semua adalah orang Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, kita berdiri dalam satu identitas yang sama. - Bahasa sebagai Pemersatu.
Bahasa Indonesia menjadi simbol persatuan yang merangkul keberagaman bahasa daerah. Ia bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga lambang kesetaraan di antara anak bangsa.
Sumpah Pemuda juga memberi pelajaran penting bahwa perubahan besar selalu dimulai dari keberanian generasi muda untuk bersatu dan bergerak.
Menghidupkan Kembali Semangat Pemuda di Era Digital
Kini, perjuangan tidak lagi dilakukan dengan bambu runcing atau senjata, melainkan dengan pikiran, inovasi, dan tindakan nyata.
Generasi muda masa kini hidup di era digital yang penuh peluang, tetapi juga tantangan.
Persatuan diuji bukan lagi oleh penjajahan fisik, melainkan oleh perpecahan di ruang maya, arus informasi yang menyesatkan, dan sikap individualistik yang kian tumbuh.
Semangat Sumpah Pemuda mengingatkan kita bahwa menjadi muda berarti berani — berani berpikir kritis, berani berbuat baik, dan berani memperjuangkan kebenaran.
Sebagai mahasiswa, pemuda Indonesia harus mampu menjawab tantangan zaman dengan karya yang bermanfaat, dengan semangat kolaborasi, dan dengan rasa cinta tanah air yang tulus.
Seperti kata Bung Karno,
“Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Ungkapan itu bukan sekadar retorika, tetapi keyakinan bahwa masa depan bangsa berada di tangan generasi muda yang memiliki semangat, idealisme, dan tekad untuk membangun negeri.

Refleksi: Dari 1928 untuk 2025 dan Seterusnya
Sumpah Pemuda adalah warisan yang tak ternilai.
Ia mengajarkan bahwa sejarah bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk dijadikan cermin dan inspirasi.
Sebagai mahasiswa Universitas Widyatama, semangat itu bisa diwujudkan melalui tindakan sederhana namun bermakna — berkontribusi di organisasi kampus, aktif di kegiatan sosial, membangun jejaring, dan terus menebar kebaikan serta pengetahuan.
Sumpah Pemuda bukan sekadar simbol masa lalu, tetapi nyala api yang harus terus dijaga.
Karena bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang mengenang pahlawannya, tetapi bangsa yang meneruskan perjuangan mereka dengan semangat dan karya nyata.
Penutup: Bersatu, Berkarya, dan Menyala untuk Indonesia
Momentum Sumpah Pemuda setiap 28 Oktober adalah pengingat bahwa kekuatan bangsa ini lahir dari persatuan.
Dari generasi 1928, kita belajar bahwa tidak ada perbedaan yang terlalu besar jika hati kita bersatu untuk Indonesia.
Mari jadikan semangat Sumpah Pemuda sebagai energi untuk terus berkarya, berinovasi, dan memperkuat persaudaraan di tengah keberagaman.
Karena sejatinya, Indonesia akan terus berdiri tegak selama pemudanya masih memiliki semangat yang menyala dan cinta yang tulus kepada tanah air.
Redaksi sEntra Universitas Widyatama — Bersama, Berkarya, dan Menyala untuk Indonesia.
Daftar Referensi
- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2018). Sumpah Pemuda 1928 dan Lahirnya Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Sejarah Kongres Pemuda dan Lahirnya Sumpah Pemuda. Jakarta: Kemendikbudristek.
- Yamin, M. (1959). Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Prapanca.
- Supriyono, B. (2010). Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
- Republika.co.id. (2023). Makna Sumpah Pemuda Bagi Generasi Milenial. Diakses pada 27 Oktober 2025 dari https://www.republika.co.id
- Kompas.com. (2024). Sumpah Pemuda: Sejarah, Isi, dan Maknanya bagi Bangsa Indonesia. Diakses dari https://www.kompas.com





