Raja Ampat Terancam: Tambang Nikel dan Upaya Penyelamatan Surga Laut Indonesia

foto tambang di pulau Raja Ampat (sumber : https://www.tempo.co/foto/arsip/pulau-pulau-raja-ampat-terancam-tambang-nikel-1653156)
foto tambang di pulau Raja Ampat (sumber : https://www.tempo.co/foto/arsip/pulau-pulau-raja-ampat-terancam-tambang-nikel-1653156)

Raja Ampat Terancam: Tambang Nikel dan Upaya Penyelamatan Surga Laut Indonesia

 Raja Ampat: Permata Biodiversitas Dunia

sEntra– 07 Juni 2025. Raja Ampat, yang dikenal sebagai “Surga Terakhir di Bumi”, merupakan gugusan lebih dari 1.400 pulau kecil yang terletak di Provinsi Papua Barat Daya. Kawasan ini bukan hanya ikon wisata Indonesia, tetapi juga pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Diperkirakan 75% spesies karang dunia dan lebih dari 1.500 spesies ikan hidup di perairan Raja Ampat, menjadikannya salah satu ekosistem laut terkaya dan paling kompleks di dunia.

 

foto tambang nikel di pulau Raja Ampat (sumber : https://www.tempo.co/foto/arsip/pulau-pulau-raja-ampat-terancam-tambang-nikel-1653156)
foto tambang nikel di pulau Raja Ampat (sumber : https://www.tempo.co/foto/arsip/pulau-pulau-raja-ampat-terancam-tambang-nikel-1653156)

 

 Ancaman dari Aktivitas Pertambangan Nikel

Namun, keindahan Raja Ampat kini berada di ambang krisis. Aktivitas pertambangan nikel mulai menjamur di beberapa pulau kecil seperti Pulau Gag, Kawe, Manuran, Batang Pele, dan Manyaifun. Penambangan ini memicu kekhawatiran akan terjadinya deforestasi, pencemaran air, kerusakan terumbu karang, hingga degradasi ekosistem laut yang selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat lokal.

Menurut laporan dari Auriga Nusantara,

“Selama lima tahun terakhir, luas konsesi tambang nikel di Raja Ampat meningkat tiga kali lipat hingga mencapai lebih dari 22.000 hektare.”
(Kabar Tasikmalaya, 5 Juni 2025)

Ketua Auriga Nusantara, Timer Manurung, juga menyatakan:

 “Sedimentasi dari tambang terbawa air hujan ke laut, menutupi terumbu karang dan menghambat fotosintesis. Limbah tambang juga mengandung logam berat yang mengganggu keseimbangan ekosistem.”
(Bisnis.com, 3 Juni 2025)

 

 Respons Pemerintah dan Tokoh Publik

Melihat ancaman ini, berbagai pihak menyuarakan keprihatinan dan mengambil langkah:

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyegel empat lokasi tambang nikel dan menghentikan sementara penerbitan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) baru di wilayah Raja Ampat.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan secara tegas bahwa pihaknya akan mengevaluasi seluruh izin tambang di Raja Ampat.

 “Kami tidak akan kompromi jika aktivitas tambang mengganggu kawasan konservasi dan masyarakat adat. Raja Ampat bukan tempat untuk eksploitasi sembarangan.”
(CNBC Indonesia, 2025)

Anggota DPR RI, Novita Hardini, juga menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang di kawasan ini.

“Raja Ampat adalah warisan dunia, bukan untuk ditambang. Kita harus prioritaskan konservasi dan pariwisata berkelanjutan.”
(DPR RI Media Center, 2025)

Papan pengumuman berisi penolakan masyarakat adat Kawe terhadap penambangan nikel di Manyaifun dan Batang Pele telah didirikan di Pulau Batang Pele, Distrik Waigeo Barat, Raja Ampat, Papua Barat Daya, 6 Mei 2025. Dok. Greenpeace
Papan pengumuman berisi penolakan masyarakat adat Kawe terhadap penambangan nikel di Manyaifun dan Batang Pele telah didirikan di Pulau Batang Pele, Distrik Waigeo Barat, Raja Ampat, Papua Barat Daya, 6 Mei 2025. Dok. Greenpeace

Gelombang Protes: Gerakan #SaveRajaAmpat

Kekhawatiran masyarakat dan aktivis lingkungan terhadap kerusakan Raja Ampat memunculkan gerakan digital dengan tagar #SaveRajaAmpat. Kampanye ini menyebar cepat di media sosial, mengajak masyarakat luas untuk menolak pertambangan di kawasan konservasi.

Kekhawatiran terhadap ancaman tersebut mendorong terbentuknya gerakan #SaveRajaAmpat. Berbagai kelompok masyarakat, mulai dari pemuda Papua, aktivis lingkungan dari organisasi seperti Greenpeace. #SaveRajaAmpat merupakan ajakan internasional untuk melindungi salah satu keindahan alam terbesar di dunia agar tetap terjaga kelestariannya bagi generasi yang akan datang.

Dampak Jika Tambang Nikel Terus Beroperasi

Jika aktivitas tambang terus berjalan tanpa evaluasi dan pengawasan ketat, Raja Ampat dapat mengalami:

Kehilangan spesies laut dan karang, termasuk yang bersifat endemik dan langka.

Kerusakan rantai makanan laut, yang akan berpengaruh pada ekosistem global.

Menurunnya mata pencaharian masyarakat lokal, terutama nelayan dan pelaku pariwisata yang selama ini mengandalkan laut sebagai sumber kehidupan.

Penurunan kunjungan wisatawan, yang dapat berdampak langsung pada ekonomi daerah.

 

 Liputan dan Dokumentasi Terkait

Isu ini telah menjadi perhatian nasional dan internasional. Salah satu video yang ramai dibagikan berjudul:

> “Save Raja Ampat dan Ancaman Tambang Nikel! Ini Respons Menteri Lingkungan Hidup”
(Dipublikasikan di YouTube dan berbagai media lingkungan)

 

 Penutup: Tanggung Jawab Bersama

Melindungi Raja Ampat bukan hanya tugas pemerintah atau masyarakat Papua, tetapi tanggung jawab seluruh warga dunia. Kawasan ini adalah salah satu titik terpenting di bumi dalam hal keberagaman hayati laut, dan kehancurannya akan menjadi kehilangan besar yang tak tergantikan.

> “Alam bukan warisan dari nenek moyang, tapi titipan untuk anak cucu.”
– Pepatah masyarakat adat Papua

 

Referensi:

1. Kompas.com. (2025). Soal Tambang Nikel, Ada Apa dengan Raja Ampat?
https://travel.kompas.com/read/2025/06/05/180000227

2. AP News. (2025). Indonesia’s Nickel Rush Threatens Pristine Waters of Raja Ampat.
https://apnews.com/article/c4dfe12a5bd97eac2f9e3a19f17b5b3c

3. CNBC Indonesia. (2025). Bahlil: Raja Ampat Bukan Tempat Tambang Sembarangan.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20250605165715-4-638943

4. Tempo.co. (2025). KLHK Segel Tambang Nikel di Raja Ampat.
https://www.tempo.co/lingkungan/breaking-news-klh-segel-4-tambang-nikel-di-raja-ampat–1653175

5. Kabar Tasikmalaya. (2025). 7 Alasan Harus #SaveRajaAmpat.
https://kabartasikmalaya.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-3259393333

6. Bisnis.com. (2025). Geger Tambang Nikel di Raja Ampat, Auriga: Limbah Mengganggu Ekosistem.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20250605/12/1882785

Pos terkait